UANG DALAM KANTUNG WAFER
Siang yang menyenangkan. Tina dan Robi telah berjanji bertemu di lapangan bola di pinggir komplek sepulang sekolah. Mereka akan bersepeda bersama-sama. tetapi sudah hampir sepuluh menit Tina menunggu di sana, Robi tak juga datang.
"kamu terlambat. Hampir saja Aku menyusul ke rumahmu, " sungut Tina waktu robi datang. "Rantau sepedaku lepas," Robi sedikit murung. "Oh, Maad. Aku tidak tahu, " sesal Tina.
"Sudah, tidak apa-apa. Kalau nanti uang tabunganku cukup, aku akan belu rantau yang baru," sahut Robi sambil tersenyum, menunjukkan dua gigi kelincinya.
Tina mengambil dua bungkus wafer dari keranjang sepedanya. Satu bungkus diberikan kepada Robi, sebungkus lagi untuk dirinya sendiri. Mereka makan wafer sambil mengayuh sepeda. Tiba-tiba, Robi melihat ada benda asing di dalam bungkus wafernya. Sebuah bungkusan plastik berisi lipatan kertas berwarna biru. Rupanya, kertas itu uang lima puluh irub!.
Robi mengangkat uang itu sambil menatap tak percaya. Lima puluh ribu sangat berarti baginya. Uang itu bisa digunakan untuk membeli rantai baru sepedanya. Tetapi, hati kecilnya berkata lain,
"ini yangmu, Tina," ujar Robi kemudian.
Memang betul, uang itu ada di dalam wafernya. Tetatpi, wafer itu adalah pemberian Tina.
"Aku tidak mengerti. Kamu dapat dari mana uang itu?" tanya Tina.
"Sepertinya, uang itu adalah hadiah wafer ini. Kamu yang memberi aku wafer ini. Berarti, uang ini adalah uangmu," Robi berkata yakin.
Tina langsung menyambar yang itu dari tangan Robi. Mulut Tina sedikit menganga seperti tidak percaya. Dengan uang itu, Tina membeli banyak wafer. tetapi, Tina merasa bersalah kalau dia menyimpan uang itu untuk dirinya sendiri.
"tidak, Rob. Aku sudah memberikan wafer itu kepada kamu. Jadi, uangnya ya, punya kamu," Tina berkata mantap.
Dua sahabat itu tidak menemukan kata sepakat. Masing-masing punya pendapat yang kuat. Tina yakin kalau uang itu milik Robi. Demikian juga Robin yakin yang uang itu seharusnya milik Tina.
"mungkin kalau kita bagi dua, baru adil, tin" jawab Robi.
"hoi.... berhenti!!! Tiba-toba terdengar suara dari belakang mereka.
Serentak Tina dan Robi menghentikan sepeda mereka dan meoleh. Ternyata itu Anisa, teman sekelas mereka. Anisa berlari ke arah mereka.
"kamu menyuruh kami berhenti?" teriak Tina
"bukan, tapi itu!"" Anisa berlari melewati Robi dan Tina. Tangannya menunjuk-nunjuk sesuatu.
Oh.... Ternyata uang Anisa, sehelai dua puluh ribuan, terbang ditiup angin kencang. Anisa terus berlari. Robi dan Tina akhirnya turun dari sepeda, dan ikut mengejar. Tetapi, ah terlambat! uang itu melayang di atas sungai, lalu hanyut di bawah arus yang deras. Anisa menangis.
"itu uang ibuku untuk beli beras, " kata Anisa di sela-sela tangisnya.
Robi dan Tina berpandangan seperti mengerti pikiran masing-masing, mereka kemudian tersenyum.
"jangan kuatir, Anisa. Naik di boncenganku sekarang!" pinta Robi dengan riang.
Meskipun terlihat bingung, Anisa menurut. mereka bertiga bersepeda menuju toko kelontong terdekat. Tetapi, sebelum mereka sampai disana, rantai sepeda Robi lepas lagi. Akhirnya mereka bertiga sampai ke toko kelontong.
"Beas satu kilo berapa, Bu?" tanya Tina kepada ibu penjaga toko.
"enam ribu," jawab ibu penjaga toko ramah.
"beli tiga setengah kilo kalau begitu," jawab Tina."Rob, sini sepedamu!"Tina menyambar sepeda Robi, kemudian meninggalkan Robi dan Anisa sendiri.
Robi dan Anisa bingung, tetapi mereka sudah tidak sempat bertanya pada Tina. Tina sudah berlari jauh dengan sepeda Robi yang rantainya putus. Sambil menunggu, Robi bercerita tentang uang yang ia dapat dalam wafer pemberian Tina pada Anisa.
Waktu berjalan cepat, Tina tak kunjung datang. Anisa mulai kuatir.
"mungkin uang hadiah itu sudah dipakai Tina untuk jajan," Anisa berkata di sela-sela tangisnya. Ibu penjaga toko juga telah menanyakan uang untuk membayar beras.
"tidak. Sepeda Tina masih ada disini. Selain itu, sahabatku itu bukan pembohong," yakin Robi.
Setelah lebih dari tiga puluh menit. Tina datang mengendarai sepeda Robi!
"Maaf, lama. Aku membeli rantai baru buat sepedamu dan meminta penjualnya langsung memasangnya."
"uang untuk beras Anisa?" tanya Robi kuatir.
"Tenang saja, " Tina kemudian menyerahkan selembar dua puluh ribuan dan selembar ribuan kepada ibu penjaga toko.
"dua puluh empat ribu untuk rantai sepedamu. Dua pulub satu ribu untuk beras Anisa. Dan sisanya..." Tina tersenyum, kemudian berkata kepada ibu penjaga toko," Lima puluh ribu buat wafer ya, Bu."
Mereka bertiga kemudian tertawa. Robi dan Tina sudah menemukan cara untuk menyelesaikan masalah mereka. Sebuah cara yang menyenangkan.
(indra Rinaldi, cerpen majalah bobo tahun 2010).
"kamu terlambat. Hampir saja Aku menyusul ke rumahmu, " sungut Tina waktu robi datang. "Rantau sepedaku lepas," Robi sedikit murung. "Oh, Maad. Aku tidak tahu, " sesal Tina.
"Sudah, tidak apa-apa. Kalau nanti uang tabunganku cukup, aku akan belu rantau yang baru," sahut Robi sambil tersenyum, menunjukkan dua gigi kelincinya.
Tina mengambil dua bungkus wafer dari keranjang sepedanya. Satu bungkus diberikan kepada Robi, sebungkus lagi untuk dirinya sendiri. Mereka makan wafer sambil mengayuh sepeda. Tiba-tiba, Robi melihat ada benda asing di dalam bungkus wafernya. Sebuah bungkusan plastik berisi lipatan kertas berwarna biru. Rupanya, kertas itu uang lima puluh irub!.
Robi mengangkat uang itu sambil menatap tak percaya. Lima puluh ribu sangat berarti baginya. Uang itu bisa digunakan untuk membeli rantai baru sepedanya. Tetapi, hati kecilnya berkata lain,
"ini yangmu, Tina," ujar Robi kemudian.
Memang betul, uang itu ada di dalam wafernya. Tetatpi, wafer itu adalah pemberian Tina.
"Aku tidak mengerti. Kamu dapat dari mana uang itu?" tanya Tina.
"Sepertinya, uang itu adalah hadiah wafer ini. Kamu yang memberi aku wafer ini. Berarti, uang ini adalah uangmu," Robi berkata yakin.
Tina langsung menyambar yang itu dari tangan Robi. Mulut Tina sedikit menganga seperti tidak percaya. Dengan uang itu, Tina membeli banyak wafer. tetapi, Tina merasa bersalah kalau dia menyimpan uang itu untuk dirinya sendiri.
"tidak, Rob. Aku sudah memberikan wafer itu kepada kamu. Jadi, uangnya ya, punya kamu," Tina berkata mantap.
Dua sahabat itu tidak menemukan kata sepakat. Masing-masing punya pendapat yang kuat. Tina yakin kalau uang itu milik Robi. Demikian juga Robin yakin yang uang itu seharusnya milik Tina.
"mungkin kalau kita bagi dua, baru adil, tin" jawab Robi.
"hoi.... berhenti!!! Tiba-toba terdengar suara dari belakang mereka.
Serentak Tina dan Robi menghentikan sepeda mereka dan meoleh. Ternyata itu Anisa, teman sekelas mereka. Anisa berlari ke arah mereka.
"kamu menyuruh kami berhenti?" teriak Tina
"bukan, tapi itu!"" Anisa berlari melewati Robi dan Tina. Tangannya menunjuk-nunjuk sesuatu.
Oh.... Ternyata uang Anisa, sehelai dua puluh ribuan, terbang ditiup angin kencang. Anisa terus berlari. Robi dan Tina akhirnya turun dari sepeda, dan ikut mengejar. Tetapi, ah terlambat! uang itu melayang di atas sungai, lalu hanyut di bawah arus yang deras. Anisa menangis.
"itu uang ibuku untuk beli beras, " kata Anisa di sela-sela tangisnya.
Robi dan Tina berpandangan seperti mengerti pikiran masing-masing, mereka kemudian tersenyum.
"jangan kuatir, Anisa. Naik di boncenganku sekarang!" pinta Robi dengan riang.
Meskipun terlihat bingung, Anisa menurut. mereka bertiga bersepeda menuju toko kelontong terdekat. Tetapi, sebelum mereka sampai disana, rantai sepeda Robi lepas lagi. Akhirnya mereka bertiga sampai ke toko kelontong.
"Beas satu kilo berapa, Bu?" tanya Tina kepada ibu penjaga toko.
"enam ribu," jawab ibu penjaga toko ramah.
"beli tiga setengah kilo kalau begitu," jawab Tina."Rob, sini sepedamu!"Tina menyambar sepeda Robi, kemudian meninggalkan Robi dan Anisa sendiri.
Robi dan Anisa bingung, tetapi mereka sudah tidak sempat bertanya pada Tina. Tina sudah berlari jauh dengan sepeda Robi yang rantainya putus. Sambil menunggu, Robi bercerita tentang uang yang ia dapat dalam wafer pemberian Tina pada Anisa.
Waktu berjalan cepat, Tina tak kunjung datang. Anisa mulai kuatir.
"mungkin uang hadiah itu sudah dipakai Tina untuk jajan," Anisa berkata di sela-sela tangisnya. Ibu penjaga toko juga telah menanyakan uang untuk membayar beras.
"tidak. Sepeda Tina masih ada disini. Selain itu, sahabatku itu bukan pembohong," yakin Robi.
Setelah lebih dari tiga puluh menit. Tina datang mengendarai sepeda Robi!
"Maaf, lama. Aku membeli rantai baru buat sepedamu dan meminta penjualnya langsung memasangnya."
"uang untuk beras Anisa?" tanya Robi kuatir.
"Tenang saja, " Tina kemudian menyerahkan selembar dua puluh ribuan dan selembar ribuan kepada ibu penjaga toko.
"dua puluh empat ribu untuk rantai sepedamu. Dua pulub satu ribu untuk beras Anisa. Dan sisanya..." Tina tersenyum, kemudian berkata kepada ibu penjaga toko," Lima puluh ribu buat wafer ya, Bu."
Mereka bertiga kemudian tertawa. Robi dan Tina sudah menemukan cara untuk menyelesaikan masalah mereka. Sebuah cara yang menyenangkan.
(indra Rinaldi, cerpen majalah bobo tahun 2010).
Komentar
Posting Komentar